Merencanakan Climate Survey

Kutipan jawaban saya atas pertanyaan teman…..

Pertanyaannya begini:
di kantor saya kan tingkat turn over karyawannya lumayan tinggi..
saya sebelumnya sudah melakukan survey, posisi apa yang paling tinggi tingkat turn overnya berikut alasannya (sudah ada hasilnya). sekarang, saya ingin melakukan Climate Survey untuk memahami iklim kerja di masing- masing unit kerja baik di Kantor Pusat, Regional Maupun cabang?

rencananya saya mau menggunakan IPA…. kuesionernya sudah saya rancang, tapi saya masih bingung dalam pemilihan metode survey nya. atasan saya maunya seluruh pegawai di jadikan responden, tapi kan sangat banyak sekali. membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit…
metode survey apa yang paling cocok untuk kondisi seperti itu?

Melakukan pengambilan data terhadap semua orang memang akan melelahkan, tapi kalau hasil hitung-hitungan waktu dan biaya tidak ada masalah ya monggo saja.  Saya asumsikan hitungannya menyebut angka yang tidak reasonable sehingga sampling survey menjadi pilihan.

Beberapa pertanyaan awal yang harus dijawab sebelum merancang proses survey dan saya sarankan untuk dicari adalah:

1.  Pengambilan kesimpulan mengenai iklim kerja dilakukan di level mana?  Level perusahaankah?  Level Regional kah?  Level cabang kah? atau per bagian/divisi kah?  Kenapa ini penting…  Kalau kita mau buat sebutlah deskripsi iklim kerja di setiap cabang, maka harus ada responden dari setiap cabang.  Tapi kalau yang mau dibuat di level perusahaan, maka gak perlu data dari setiap cabang.

2.  Bagaimana variasi iklim kerja di perusahaan ini?  Apakah ada perbedaan antar cabang?  Apakah ada perbedaan antar divisi?  atau justru sama saja?   Ini sebenarnya akan mengarahkan kita untuk memilih cluster sampling apa stratified sampling.  Variasi saya kira bisa dilihat dari data turn-over yang katanya sudah dikumpulkan.  Mudah-mudahan datanya cukup detail untuk dapat memperoleh informasi variasi ini.

3.  Ini terkait dengan proses pengambilan datanya (termasuk organisasi pelaksanaan dan desain instrumen): interviewed atau self-administered.  Apa teknologinya tersedia untuk melakukan pengisian kuesioner online?  atau via e-mail?  Seberapa rumit informasi yang ingin didapatkan?  Apa harus menggunakan tenaga khusus untuk melakukan wawancara? dsb. dsb.

Mudah-mudahan dengan berbagai pertanyaan di atas, bisa membantu.  Temen2 lain silakan saja kalau ingin menambahkan.

Definisi Orthogonal Array

Sebelum jauh-jauh bicara orthogonal array (OA) dan penggunaannya dalam perancangan percobaan, ada baiknya kita lihat terlebih dahulu susunan angka di bawah ini.
0 0 0 0 1 1 1 1
0 0 1 1 0 0 1 1
0 1 0 1 0 1 0 1
0 1 1 0 0 1 1 0

Susunan di atas terdiri atas 4 baris dan 8 kolom. Setiap baris, cuma ada dua jenis angka 1 dan 0. Apa menariknya susuan tersebut? Kalau diperhatikan pelan-pelan, hehe gak usah buru-buru, setiap kita pilih tiga baris, yang manapun, maka kita akan menemukan setiap kemungkinan kombinasi angka. Karena ada dua jenis setiap barisnya, maka kalau ada tiga baris ya ada 2 x 2 x 2 = 8 kemungkinan kombinasi yaitu 000, 001, 010, 001, 011, 101, 110, 111.

Sekali lagi, ambil tiga baris yang manapun, maka delapan kombinasi itu ada semua, dan masing-masing ada satu.

Berbeda dengan susunan berikut.
0 0 0 0 1 1 1 1
0 0 1 1 0 0 1 1
0 1 0 1 0 1 0 1
1 0 1 0 0 1 0 1

Kalau kita pilih 3 baris, misalnya baris ke-1, ke-3, dan ke-4, maka ini yang kita dapatkan
0 0 0 0 1 1 1 1
0 1 0 1 0 1 0 1
1 0 1 0 0 1 0 1
Tidak semua 8 kombinasi ada. Sebut saja, 000 tidak ada dalam kombinasi tersebut.

Bagaimana seandainya kita pilih 2 baris? Karena cuma dua baris, maka ada empat kemungkinan kombinasi yaitu 00, 01, 10, 11. Sekarang ceritanya lain. Dari susunan yang kedua (juga yang pertama), kalau kita ambil sembarang dua baris, maka keempat-empat kombinasi itu ada, dan masing-masing kombinasi muncul dua kali. Kombinasi 00 ada dua, 01 ada dua, 10 ada dua, terakhir 11 juga ada dua.

Well, now we are ready to define clearly about orthogonal array. Ini rekapnya:

  • Pada susunan yang pertama, setiap kita ambil tiga baris maka semua kedelapan kombinasi ada dan jumlah munculnya sama banyak yaitu satu kali.
  • Pada susunan yang kedua, kalau kita ambil tiga baris maka tidak semua kedelapan kombinasi ada.
  • Tetapi, pada susunan yang kedua dan yang pertama, setiap kita ambil dua baris maka semua keempat kombinasi ada dan jumlah munculnya sama banyak yaitu dua kali.

Susunan pertama disebut sebagai OA dengan strength 3, sedangkan yang kedua OA dengan strength 2. Istilah strength, mengacu pada jumlah baris terbanyak sehingga semua kombinasi ada dengan frekuensi kemunculan sama besar.

Mengulang saja, OA adalah susunan baris-kolom, dimana kalau kita ambil beberapa baris dengan jumlah tertentu, maka kombinasi yang mungkin terbentuk muncul dengan frekuensi yang sama.

Mudah-mudahan sampai sini sudah cukup jelas pengertian tentang orthogonal array.

Menggabung variabel

Sering sekali para peneliti menggunakan beberapa pertanyaan untuk menangkap informasi suatu variabel. Misalnya saja untuk memperoleh informasi mengenai seberapa besar minat responden terhadap Pemilu, mereka ditanya tentang aktivitas baca koran, aktivitas nonton berita TV, aktivitas diskusi politik, dan sebagainya. Permasalahan yang sering kali muncul adalah proses penggabungan dari beberapa pertanyaan tadi menjadi satu variabel sehingga analisisnya menjadi lebih mudah.

Ini kutipan jawaban saya dalam suatu milis tentang hal tersebut. Hasil penggabungan variabel akan digunakan oleh yang bersangkutan dalam analisis regresi.

Dalam kuisioner yang saya distribusikan, terdapat 5 independent variabel dimana masing2 independent variabel tersebut terdiri dari 3-5 pertanyaan. Bagaimana data dari 5 pertanyaan tersebut diolah sehingga dapat mewakili suatu variabel independent? Saya sangat bingung dan tidak tahu langkah apa yang harus dilakukan

Dear ***,
ada beberapa cara yang dilakukan orang mulai dari yang sederhana sampai yang agak rumit untuk menghadapi model regresi yang dihadapi, terutama dalam hal menjadikan beberapa item pertanyaan menjadi satu variabel.

Sebelumnya, pastikan dulu bahwa setiap kelompok item (yang mau dijadiin satu) sudah reliable. Penggunaan cronbach’s-alpha saya kira sudah cukup.

Beberapa alternatif analisis yang bisa mbak lakukan adalah:
1. Secara sederhana, penggabungan dapat dilakukan dengan menjumlah atau merata-ratakan beberapa pertanyaan menjadi satu variabel. Ini yang paling gampang. Kalau sudah dirata-ratakan, misal ada tiga pertanyaan kemudian dapat rata-rata untuk setiap responden, lakukan ini untuk setiap kelompok variabel, maka regresi tinggal mengikuti saja menggunakan variabel gabungan tadi.

2. Yang juga bisa dilakukan adalah menggabung; tapi ada bobot untuk masing-masing pertanyaan. Kalau cara pertama disebut simple average, yang ini disebut weighted average. Bobotnya tentu berdasarkan keahlian ***. Misal pertanyaan pertama bobot setengah; pertanyaan kedua seperempat; pertanyaan ketiga seperempat. Jadi variabel gabungan didapat dari
gabungan = 0.25 p1 + 0.25 p2 + 0.25 p3
Pertanyaan paling penting diberi bobot lebih besar

3. Teknik yang juga bisa dilakukan adalah Factor Analysis. di SPSS *** bisa cari menu Variable Reduction (di Analyze). Kemudian pilih option, number of factor = 1, artinya tiga variabel tadi mau direduksi jadi 1. SPSS akan menghitung bobot yang optimal untuk masing2 variabel. Topik factor analysis ini biasanya ada di buku-buku multivariate analysis. Lakukan ini untuk setiap kelompok variabel.

4. cara lain yang bisa dilakukan adalah penggunaan SEM (structural equation model). basic-nya sih factor analysis juga. Software yang biasa dipakai orang LISREL sama AMOS.

Parallel Group vs Cross Over Design

Andaikan seorang peneliti bidang medis ingin menguji apakah obat A lebih baik dibandingkan obat B dalam mempertahankan tekanan darah penderita penyakit jantung.  Di saat lain perusahaan atau agen riset pasar ingin menentukan rasa blend mana yang lebih disukai konsumen, blend A ataukah blend B.  Apa yang bisa dilakukan untuk mendapatkan data sehingga bisa disimpulkan untuk memilih satu dari dua pilihan tersebut?

 

Dua desain atau rancangan percobaan ini biasa digunakan karena kemudahannya: (1) parallel group design, dan (2) cross over design.

 

Parallel group dilakukan dengan cara, memilih sekelompok orang dengan karakteristik yang serupa, kemudian secara acak membaginya menjadi dua kelompok.  Selanjutnya kelompok satu mendapatkan obat atau blend A dan kelompok kedua mendapatkan obat atau blend B.  Data respon dari kedua kelompok selanjutnya dapat dibandingkan (misal menggunakan uji-t) untuk mendapatkan kesimpulan mana yang lebih baik.

 

Desain lain yang dapat digunakana adalah cross-over design.  (hehe, ini bukan jenis mobil lho ya…)  Awalnya sama, beberapa orang dengan kondisi homogen dibagi jadi dua kelompok.  Satu dikasih A, dan kelompok kedua dikasih B, kemudian dicatat responnya.  Tapi tidak berhenti disini.  Berikutnya dibalik, satu dikasih B dan yang kedua dikasih A, responnya dicatat.  Baru deh dilakukan analisis data.

 

Penggunaan cross over design lebih menguntungkan dari aspek jumlah orang atau responden.  Saya kira dapat dilihat diberbagai jurnal atau buku perancangan percobaan, bahwa desain ini punya efisiensi minimal dua kali lipat.  Artinya untuk akurasi yang sama, ukuran sample yang diperlukan cukup separo saja dibandingkan parallel group design.

 

Tapi, ada tapi-nya nih.  Dengan cross-over ada kemungkinan terjadi carry-over effect.  Ini adalah kasus dimana respon pada periode kedua, terpengaruh oleh obat atau blend yang dicoba pada periode pertama.  Kalau ini bisa dihilangkan maka pemakaian cross-over design sangat menguntungkan.  Teman2 di marketing research misalnya ngasih cracker atau air putih atau apalah untuk menghilangkan rasa yang tertinggal setelah nyoba produk yang pertama (beberapa orang nyebut sebagai wash-out).  Tapi tidak semua bisa begitu.  Kasus-kasus di bidang medis atau peternakan dan pertanian seringkali sulit dihindari.

Uji Proporsi (bagian 1)

Andaikan suatu survei pada bulan Januari terhadap 400 orang mendapatkan hasil 50% responden menyukai SBY menjadi presiden lagi, dan survei bulan Agustus terhadap 600 orang mendapatkan angka 52% yang menyukainya.  Pertanyaan yang muncul adalah, apakah dua angka proporsi atau persentase itu berbeda ataukah sama saja secara statistik?

 

Ada beberapa uji statistik formal yang dapat digunakan.  Berikut kita lihat satu persatu.

 

Yang pertama terpikir kalau kita mau bandingkan proporsi pertama (saya lambangkan p1) itu sama atau tidak dengan proporsi survei kedua (p2) adalah dengan melihat selisihnya.  Kalau selisihnya 0 (nol), kita katakan keduanya sama.  Semakin besar selisihnya, semakin cenderung kita katakan berbeda.

 

Pemikiran menggunakan selisih ini yang diadopsi oleh uji Z.  Formulanya adalah

 

 

Selanjutnya kita tinggal bandingkan nilai absolut z hasil perhitungan di atas dengan nilai tabel normal.  Untuk kasus contoh yang kita hadapi p1 = 0.50, p2 = 0.52, n1 = 400, n2 = 600.  Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut kita mendapatkan z = -0.62.

 

Alternatif kedua yang bisa digunakan adalah uji chi-square.  Prosedur ini mendasarkan pada pola pikir bahwa kalau tidak ada perbedaan maka persentase sesungguhnya adalah rata-rata dari keduanya (dalam kasus ini rata-ratanya diperoleh dari [400 x 50% + 600 x 52%]/ 1000 = 51.2%)  Dan jika itu yang terjadi, maka kita bisa menghitung berapa banyaknya pemilih pada kedua survei yaitu 400 x 51.2% = 204.8 orang pada survei pertama dan 600 x 51.2% = 307.2 orang pada survei kedua.   Selanjutnya data tersebut data disusun dalam bentuk tabulasi silang seperti di bawah ini. 

 

Perbedaan angka pada kedua tabel itulah yang digunakan oleh uji chi-square untuk melihat apakah 50% berbeda dengan 52%.  Formulanya

 

 

Nilai O adalah nilai-nilai pada tabel data, dan E nilai-nilai pada tabel kondisi jika proporsinya sama.  Pada kasus contoh di atas didapatkan

Chi-square = (200 – 204.8)2 / 204.8 + (200 – 195.2)2 / 195.2 + (312 – 307.2)2 / 307.2 + (288 – 292.8)2 / 292.8 = 0.3842

Nilai chi-square hitung selanjutnya tinggal dibandingkan dengan tabel chi-square dengan derajat bebas 1.

 

Alternatif lainnya uji apa lagi?  Masih ada beberapa teknik lagi, saya usahakan bisa menyusul secepatnya.

 

Mengatasi Collinearity

Kalau pada data kita terdapat masalah multikolinear maka ada beberapa cara yang dapat dilakukan:

Pertama, periksa apakah ada data pencilan/outlier/ekstrim nilai X-nya. Titik data seperti ini umumnya dapat mengakibatkan korelasi antar X menjadi tinggi, padahal tidak ada pola khusus pada data. Kalau ditemukan data seperti ini, coba untuk disisihkan dan lihat apakah terjadi perubahan pada hasil regresi. Pada beberapa software statistika, tersedia fasilitas menghitung DFBETA pada masing-masing baris data, yaitu besarnya perubahan beta jika satu baris data itu tidak disertakan. Pengamatan atau baris dengan DFBETA yang besar disisihkan saja.

Kedua, yang melakukannya gampang adalah membuang salah satu atau beberapa variabel X yang berkorelasi tinggi sehingga tersisa lebih sedikit X. Misalnya kalau ditemukan X1 dan X2 berkorelasi, maka pilih salah satu untuk digunakan dalam model dan sisihkan variabel yang satunya. Tentu ada ruginya, kalau X1 yang digunakan maka kita tidak dapat mendapatkan informasi mengenai besarnya pengaruh X2. Di samping itu juga muncul pertanyaan, yang dipakai yang mana, X1 atau X2? Jawabannya kita tunda dulu.

Ketiga yang bisa dilakukan adalah menerapkan teknik-teknik pemodelan yang lebih kompleks komputasinya. Ada beberapa teknik regresi yang dapat digunakan untuk ini antara lain path analysis, ridge regression, principal component regression, partial least squares regression, projection pursuit, dan lain-lain.

Mendeteksi Collinearity

Beberapa orang juga menyebutnya multicollinearity.  Ini adalah istilah permasalahan yang dihadapi pada saat menduga koefisien model regresi linear.  Masalah ini timbul karena dua atau lebih variabel bebas X memiliki hubungan linear yang kuat.  Kondisi ideal dalam analisis regresi linear adalah kebebasan/keortogonalan antar X. 

 

Jika antar X terdapat korelasi yang kuat, maka ini akan mengakibatkan dugaan dari koefisien beta menjadi tidak stabil atau memiliki standard error yang besar.  Artinya apa? Ada beberapa kemungkinan tidak menyenangkan yang bisa terjadi: (1) Variabel X yang mestinya signifikan pengaruhnya, menjadi tidak terdeteksi atau dinyatakan tidak signifikan, (2)  variabel X yang hubungannya positif dengan Y, dapat memiliki nilai koefisien yang bertanda negatif.

 

Jika satu dari dua kemungkinan di atas terjadi, interpretasi kita terhadap model yang kita dapatkan menjadi salah, dan mungkin sangat salah.

 

Bagaimana mendeteksi apakah di data kita ada masalah ini?  Beberapa hal berikut bisa dilakukan:

  1. Hitung korelasi antar variabel X.  Kalau ada nilai korelasi di atas 0.4, maka kita patut hati-hati.  Cara ini tidak selalu ampuh, terutama jika collinearity melibatkan banyak variabel.
  2. Beberapa software menyediakan fasilitas menghitung VIF (variance inflation factor).  Kalau tidak punya software memang agak capek menghitungnya, terutama kalau variabel X-nya berjumlah banyak.  Nilai ViF lebih dari 10 menjadi indikasi adanya masalah multikolinear. Nilai VIF ideal adalah 1.  Angka 10 dianggap sudah terlalu besar, dan bukan angka mati yang harus diikuti.  Jika kita mendapatkan angka VIF 4 atau 5, saya juga menyarankan untuk hati-hati.
  3. Lakukan pemodelan regresi linear dengan hanya satu buah variabel X (simple linear regression) untuk setiap variabel X yang kita miliki dan catat besarnya dugaan koefisien beta dan signifikansinya.  Selanjutnya lakukan multiple regression dengan memasukkan seluruh variabel X.  Perhatikan apakah ada nilai koefisien beta yang berubah banyak antara di simple dan multiple model.  Kalau ada, maka kita patut untuk curiga.

Selang Kepercayaan (Bagian 2)

Beberapa hal yang dapat disimpulkan ulang dari bagian pertama adalah:

         menduga dengan satu titik hampir tidak pernah benar

         menduga dengan selang memiliki peluang benar yang lebih besar

         semakin lebar selang dugaan, semakin besar peluang benarnya

         tapi… semakin lebar selang dugaan, semakin tidak ada gunanya

 

So, yang benar belum tentu ada gunanya.  Jadi jangan heran kalau tidak pernah ketemu selang kepercayaan 100%, karena tidak ada gunanya.  Kita lebih sering berjumpa dengan selang kepercayaan 95%, 90%, atau 99%.   Apa maksud persentase itu?

 

Namanya adalah tingkat kepercayaan; confidence level.  Sesuai namanya, kalau kita mengatakan bahwa sebuah selang nilai adalah SK 95%, maka itu artinya bahwa kita yakin dan kita percaya dengan tingkat keyakinan 95%, nilai parameter yang kita duga berada dalam selang tersebut.

 

Kalau kita punya SK 100%, berarti kita mengatakan nilai parameter yang kita duga pasti dan yakin seyakin-yakinnya ada dalam selang tersebut.  Bagaimana membuat selang kepercayaan 100%?  Mudah sekali.  Selang nilainya adalah dari nilai terkecil dan terbesar yang mungkin.  Misalnya saja, kalau seorang kandidat bupati bertanya ke tim suksesnya berapa kira-kira persentase warga yang akan memilih dia.  Supaya pasti benar, jawab saja:  “Bos, saya gak mungkin salah, persentase yang milih antara 0% – 100%”.  Dugaan tim sukses tadi tidak mungkin salah, 100% pasti benar.  Tapi lagi-lagi, jawaban yang benar itu tidak memberikan informasi apa-apa.  Si kandidat jadi tidak bisa memutuskan langkah apa yang harus dilakukan berikutnya.

 

Atas dasar itu kemudian adat trade-off,  jangan terlalu lebar tapi tingkat kepercayaannya jadi turun.  Angka tingkat kepercayaan 95% dianggap sebagai angka yang tidak moderat, dan seolah-olah menjadi tradisi dan angka yang paling sering dipilih.

 

Bagaimana mendapatkan selang kepercayaan dengan tingkat kepercayaan tertentu.  Secara teori ini sangat tergantung pada informasi sebaran (distribution) dari variabel yang mau diduga parameternya.  Namun untuk ukuran sampel yang sangat besar, formula ini dapat digunakan sebagai pendekatan mendapatkan SK bagi rata-rata populasi

 

 

dengan x-bar adalah rata-rata yang dihitung dari sampel, dan sigma adalah standar deviasi data populasi, dan z adalah skor normal yang tergantung pada tingkat kepercayaan yang digunakan.  In case, sigma diganti dengan standar deviasi yang dihitung dari contoh, maka nilai z diganti dengan nilai dari sebaran t-student.  Beberapa orang tetap menggunakan z karena nilai t-student dan z tidak berbeda untuk n yang sangat besar.  Untuk tingkat kepercayaan 95%, nilai z = 1.96, sedangkan untuk 90% dan 99% masing-masing adalah 1.645 dan 2.57.

 

Untuk dugaan proporsi, formulanya

Selang Kepercayaan (Bagian 1)

Bahasa Inggris-nya: confidence interval.  Dalam bidang pendugaan secara statistika, istilah ini tentu sangat populer.  Sayangnya tidak semua pengguna statistika ingat untuk mencantumkan SK dipublikasinya supaya orang lebih memahami angka hasil dugaannya.

 

Apa sebenarnya SK?  Tapi di bagian ini saya akan menceritakan dulu dua jenis pendugaan, bagian kedua nanti kita akan diskusi lebih banyak tentang SK. 

 

Sebelumnya saya akan perkenalkan kembali beberapa istilah dasar di statistika.  Kalau kita punya data sampel, maka tujuan utama yang biasa dilakukan, apapun analisisnya, adalah menduga parameter populasi.  Misal, temen2 di marketing research ngumpulin data responden untuk menduga berapa persen pengguna sabun merek tertentu.  Angka berapa persen market share yang ingin diketahui itu parameter.  Nah, sementara angka berapa persen yang didapat dari hasil survey itu adalah statistik.  Yang terakhir itu (statistik) yang kita tahu, yang pertama (parameter) kita gak tahu.  Itu kenapa statistik tidak lain adalah penduga bagi parameter.

 

Yang menjadi persoalan adalah, angka dugaan kita bisa berbeda-beda tergantung pada data sampel yang kita miliki.  Kalau saya bertanya kepada 500 orang hari ini tentang siapa yang bakal mereka pilih jadi bupati, dan seseorang lain juga melakukan hal yang sama pada 500 orang lain, maka dapat dipastikan angka berapa persen yang memilih calon nomor satu akan berbeda nilainya.  Kalau yang melakukan survey ada 10 orang atau lembaga, maka akan diperoleh 10 angka dugaan yang berbeda-beda.

 

Dan yang lebih menarik lagi adalah, 10 angka dugaan yang dihasilkan dapat dipastikan tidak sama persis dengan angka parameter yang sebenarnya.  Coba saja bandingkan angka dugaan hasil quickcount dengan hasil perhitungan KPU.  Gak ada yang sama persis.  Ada yang bedanya sedikit, ada yang bedanya lumayan jauh.

 

Dalam konsep pendugaan, ada istilah point estimation (pendugaan titik) dan interval estimation (pendugaan selang).  Menduga dengan satu titik berarti menduga dengan hanya satu angka.  Dan sekali lagi, untuk kasus ini hampir dapat dipastikan dugaannya salah karena hampir mustahil dapat menduga angka parameter dengan tepat.  Kemudian dikenal pendugaan selang yang berupa selang nilai.  Bukan menduga bahwa market share produk tertentu sebesar 30%, tapi menyatakan dalam bentuk 28% – 32%.  Kalau ternyata angka pastinya adalah 31%, maka dugaan titik yang 30% itu salah, sedangkan kalau pakai selang jadi benar.

 

Sama saja kalau kita diminta menduga umur seseorang mahasiswa.  Kita nebak 19 tahun, dan padahal umurnya 18 tahun, maka tebakan kita salah.  Tapi kalau kita bilang, “ya… sekitar 17-20 tahun deh”, maka tebakan kita benar.

 

Singkat kata, menduga atau menebak pakai selang memiliki kemungkinan benar lebih besar daripada menduga hanya menggunakan satu angka.  Kalau untuk kasus umur mahasiswa tadi, tentu tebakan kita akan benar kalau bilang, “Umurmu pasti antara 10 – 40 tahun”.  Iya kan…

 

Meskipun dugaan itu benar, dengan cara memperlebar selang, tapi tidak banyak gunanya.  Tidak ada gunanya kalau kita cerita ke ibu kita, terus kita bilang: “Bu, tadi aku ketemu cewek, umurnya kira-kira 10-40 tahun.”  Si ibu pasti mikir, anakku kenapa.

 

Konsep selang kepercayaan akan saya lanjutkan di bagian berikutnya.

Regresi Linear

Ini site tentang regresi linear yang udah lama kubuat, tapi gak terurus. Hehe

http://www.geocities.com/bagusco4/bagusco_reg_linear.html

Selamat membaca